5 Hal yang Dicurigai di Balik Kenaikan BBM Subsidi
Dari data FITRA, jumlah piutang pajak per 2012 dan 2011 masing-masing mencapai Rp 93,5 triliun dan Rp 108 triliun.
Besarnya piutang Pajak terdiri dari Piutang Pajak pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) per 31 Desember 2012 dan 31 Desember 2011 masing-masing sebesar Rp70,7 triliun dan Rp 86,8 triliun. Pajak ini merupakan tagihan pajak yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Tagihan Pajak (STP) atau Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
Sementara itu, piutang pajak pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) per 31 Desember 2012 dan 31 Desember 2011 masing-masing sebesar Rp 22,75 triliun dan Rp21,3 triliun. Ini merupakan tagihan pajak yang telah mempunyai surat ketetapan yang dapat dijadikan kas.
“Seharusnya harga BBM tidak perlu naik, karena bisa ditutupi dari piutang itu,” ucap Uchok.
Menurut Uchok, setiap tahun menteri atau ketua lembaga minimal mendapat dana operasional Rp 1,2 miliar atau Rp 100 juta per bulan. Dana ini dinilai hanya sebuah pemborosan karena orang miskin hanya dapat BLSM Rp 150.000 selama empat bulan.
“Setiap bulan menteri bisa berfoya-foya dengan Rp 100 juta. Kalau untuk membeli BBM saja maka bisa membeli sebanyak 15.385 liter per bulan,” ucap Uchok.
Menurut Ucok, seharusnya SBY terlebih dahulu membenahi sistem keuangan di kementerian dan lembaga. Setelah itu baru menaikkan harga BBM jika memang sangat diperlukan untuk menyehatkan anggaran.
Dia sangat menyayangkan kebijakan yang diambil oleh SBY yang dirasa cukup memberatkan rakyat miskin ini. SBY sebagai presiden seharusnya lebih memikirkan rakyat miskin daripada kementeriannya.
“Seharusnya yang digenjot adalah dana untuk orang miskin,dan menekan biaya operasional (kementerian),” tutupnya.
Namun Uchok berkata lain, defisit anggaran bukan terjadi karena beban subsidi energi yang besar, melainkan dari belanja fiktif kementerian serta pembelian kelebihan harga.?
“APBN dibebani oleh pemborosan anggaran dan banyak kerugian negara. Dan bukan disebabkan subsidi buat masyarakat,” ucapnya.
Uchok juga merilis data FITRA yang menyebutkan deretan kementerian yang suka melakukan belanja fiktif. Kementerian yang menjuarai belanja fiktif dan modus kemahalan harga adalah Kementerian Perhubungan yang nilai kerugian negara yang mencapai Rp 212 miliar.
Kemudian disusul oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah sebesar Rp 8,3 miliar dan yang menempati peringkat ketiga kementerian modus belanja adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebesar Rp 6 miliar.
Uchok mengatakan saat ini banyak Kementerian dan Lembaga yang menyebabkan kerugian negara dengan modus kelebihan bayar belanja modal. Uchok juga merilis dari data FITRA rangking kementerian yang menyebabkan kerugian dengan dengan modus kekurangan bayar, tidak sesuai spek, lebih bayar konsultan dan lebih bayar lainnya.
Untuk masalah modus kelebihan bayar Kementerian Perhubungan masih menjadi peringkat pertama dengan indikasi kerugian negara mencapai Rp 138,8 miliar. Kemudian disusul dengan Kementerian Dalam Negeri sebesar Rp 31,4 miliar. Seterusnya adalah kementerian Agama yang merugikan negara sebesar Rp 12,1 miliar.
Kenaikan BBM subsidi dianggap hanya sebagai menyembunyikan pemborosan-pemborosan yang dilakukan kementerian dibawah SBY.
Pembelian BBM subsidi melalui Petral dinilai hanya pemborosan anggaran dan memperkaya mafia BBM tersebut. Menurut Uchok, kalau ingin menyelamatkan APBN pangkas dulu mafia BBM, bubarkan dulu Petralnya.
“Ini baru publik percaya kenaikan BBM itu demi menyehatkan APBN,” jelasnya
Subsidi disebut tidak membebani APBN karena subsidi adalah prinsip atau bagian tugas negara untuk membantu rakyat miskin. Siapapun yang punya kebijakan untuk menghapus subsidi mereka adalah orang anti rakyat.
“Kalau hapus subsidi ini orang yang tidak punya rasa kemanusiaan,” tutupnya.
Leave a comment